02.06.2009 02:30:42 WIB
Oleh SUMARDONI
SEMBILAN grup teater dari 7 provinsi di Sumatera akan menggelar pertunjukan di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Provinsi Lampung sejak Sabtu (25/04/2009) hingga Rabu (29/04/2009).
Delapan grup yang akan tampil dalam ajang Panggung Perempuan Sumatera kerjasama Teater Satu dengan Hivos (Belanda) tersebut adalah Teater Generasi (Medan), Teater Sakata (Padang Panjang), Teater Intro (Payakumbuh), Teater Orange (Jambi), Teater Selembayung (Riau), Teater Andung (Bengkulu), Teater Baru (Palembang), Teater Kurusetra UKMBS Unila (Lampung), dan tuan rumah Teater Satu (Lampung).
Ajang Panggung Perempuan Sumatera ini merupakan salah satu dari rangkaian program Kala Sumatera yang ditaja Teater Satu untuk pemberdayaan dan pengembangan kualitas artistik seniman-seniman teater di Sumatera. Kepala Bidang Operasional Program Kala Sumatera Imas Sobariah menjelaskan, isu perempuan dalam even ini bukan sekadar diangkat dalam tataran wacana, melainkan pada praktik juga. Dalam hal ini, panitia telah melaksanakan workshop penyutradaraan, artistik, dan penulisan lakon untuk sutradara dan penulis perempuan dari masing-masing kelompok peserta yang telah lolos seleksi. “Kegiatan workshop dan lokakarya sudah kami laksanakan sejak bulan November tahun lalu dengan pemateri para seniman teater dan aktivis perempuan yang telah berpengalaman di Indonesia. Dalam pergelran ini, kami juga mendatangkan para pengamat yang telah cukup berpengalaman. Noviami, kurator pertunjukan Goethe Institute; Lisabona, pengamat dan kritikus film, Ags Aryadipayana, sutradara Teater Tetas Jakarta; Faiza Mardzoeki, penulis lakon dan aktivis perempuan dari Jakarta,” kata Imas Sobariah, di Taman Budaya Lampung, Bandarlampung, Jumat (24/04/2009).
Palembang dan Padang Panjang
Hari pertama pergelaran, Sabtu (25/04/2009) akan menampilkan Teater Baru (Palembang) dan Teater Sakata (Padang Panjang). Teater Baru akan mengusung lakon bertajuk “Sehelai Emak” karya Florencia Marcelina Ramadhona, Sutradara Ayu Irma Prasakti. Lakon ini bercerita soal eksistensi perempuan pada masyarakat miskin yang berada di kampung miskin, tepian Sungai Musi, Palembang, yang dipersonifikasi melalui sosok “Emak”. Ceritanya bagaimana membaca kekerasan terhadap perempuan secara struktural (kemiskinan) dalam kehidupan sehari-hari. Emak seorang perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai tukangs cuci, terkena penyakit TBC, suaminya seorang penarik becak yang pemalas, dan anaknya si Ujang yang terkena penyakit masyarakat kota, Snobisme.
Di kolong rumah panggung (menyewa) Emak mengarungi kehidupan; mengurusi rumah dan melayani dua lelaki. Meskipun harus dikalahkan secara fisik, Emak terus melawan. Itulah akhirnya.
Teater Baru merupakan teater yang diusung anak muda di Palembang. Mereka dapat dikatakan sebagai produk murni dari proyek Panggung Perempuan yang diusung Teater Satu dan HIVOS. Mereka yang sebagian besar mahasiswa Universitas PGRI Palembang ini, sebelumnya tidak pernah bergelut dengan teater. Setelah mengikuti workshop teater yang diselenggarakan panpel Panggung Perempuan Sumatra pada akhir 2008 lalu, mereka memulai kerja pementasan perdana ini.
Selama proses penggarapan “Sehelai Emak” mereka mendapatkan masukan dari sejumlah pekerja seni di Palembang, baik megenai manejemen maupun artistik seperti T.Wijaya, Jaid Saidi, Conie Sema, Dian Maulina, dan Edwin Fast.
“Kami ingin membangun sebuah teater yang tidak hanya bagus dan menarik di atas panggung, tapi juga membangun citra yang baik, terutama perilaku para pekerja teater di tengah masyarakat. Inilah semangat baru yang sederhana dari kami,” kata Ayu Irma Prasakti, sutradara dan juga pimpinan Teater Baru.
Sedangkan Teater Sakata akan menghadirkan lakon “Tiga Perempuan” karya Via Suswati, Sutradara Tya Setiawati. Lakon ini mengisahkan pergulatan hidup seorang wanita padendang (penembang-red) yang seringkali menanggung citra buruk di tengah masyarakat karena profesinya sebagai seniman jalanan. Melalui lakon ini pula, duet Via dan Tia akan menghadirkan benturan nilai antara apa yang tradisional dan yang modern, disamping konflik-konflik batin seputar kehidupan rumah tangga seorang padendang. Dengan memadukan pendekatan tradisional dan modern, bentuk pertunjukan yang akan disajikan Teater Sakata ini sejak awal mengikuti program November tahun lalu diprediski akan sangat menarik. “Teater Sakata merupakan salah satu grup yang cukup berpengalaman. Terutama dalam hal penguasaan terhadap khasanah tradisi minang baik berupa gerak, syair, maupun karakter,” kata Ruth Marini, Koordinator Program Panggung Perempuan.
Dukungan
Selain bekerjasama dengan Hivos, program Kala Sumatera ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Di antaranya, Taman Budaya Provinsi Lampung, Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, Berbagai Media Massa cetak dan elektronik di Lampung dan Jakarta, Yayasan Seni-Budaya Kelola, dan masyarakat luas. “Ini menunjukkan bahwa masyarakat luas sebenarnya telah cukup apresiatif terhadap program-program seni-budaya non-pop, demikian juga pihak swasta. Tinggal bagaimana kita mampu mengemas dan meyakinkan bahwa even-even seperti ini memang penting, perlu, dan menarik untuk disaksikan masyarakat,” jelas Ahmad Jusmar, Direktur Artistik Teater Satu.
Namun, tidak semua teater yang terlibat mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Misalnya Teater Baru dari Palembang yang tidak mendapatkan bantuan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumsel, Dewan Kesenian Sumsel, maupun Pemerintah Provinsi Sumsel. "Kami dijanjikan dibantu setelah pulang ke Palembang, tapi kami tidak menerima jaminan selembar pun surat. Kalau mereka bilang nggak dapat membantu, ya, kami tidak dapat menuntut hak kami sebagai warga Sumsel itu," kata Ayu Irma Prasakti, pimpinan Teater Baru.
Selain pergelaran, Panitia juga akan melaksanakan diskusi berupa ulasan dan evaluasi oleh para pengamat terhadap setiap grup penampil. “Evaluasi ini sangat penting bagi peningkatan kualitas artistic peserta. Oleh karena itu kami juga member porsi yang cukup besar,” lanjut Jusmar.