BANDAR LAMPUNG (Lampost): Teater Baru dan Teater Sakata akan tampil perdana dalam Panggung Perempuan Se-Sumatera yang digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Provinsi Lampung, Sabtu (25-4).
Teater Baru mengusung lakon Sehelai Emak karya Florencia Marcelina Ramadhona dan sutradara Ayu Irma Prasakti. Lakon ini bercerita soal eksistensi perempuan dalam masyarakat miskin yang berada di kampung miskin di tepian Sungai Musi, Palembang, yang dipersonifikasi melalui sosok Emak.
Sehelai Emak menggambarkan kekerasan terhadap perempuan secara struktural (kemiskinan) dalam kehidupan sehari-hari. Emak sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci, terkena penyakit TBC, suaminya seorang penarik becak yang pemalas, dan anaknya si Ujang terkena penyakit masyarakat kota, snobisme.
Sedangkan Teater Sakata menghadirkan lakon Tiga Perempuan karya Via Suswati dan sutradara Tya Setiawati. Lakon ini mengisahkan pergulatan hidup seorang wanita padendang (penembang, red) yang sering menanggung citra buruk di tengah masyarakat karena profesinya sebagai seniman jalanan. Melalui lakon ini, Teater Sakata menghadirkan benturan nilai antara apa yang tradisional dan yang modern, di samping konflik-konflik batin seputar kehidupan rumah tangga seorang padendang.
Dengan memadukan pendekatan tradisional dan modern, bentuk pertunjukan yang disajikan Teater Sakata ini bisa menarik.
Semangat Baru
Kepala Bidang Operasional Program Kala Sumatera Imas Sobariah mengatakan Teater Baru merupakan teater yang diusung anak muda di Palembang. Mereka produk murni dari proyek Panggung Perempuan yang diusung Teater Satu dan Hivos. Sebagian besar pengurus Teater Baru merupakan mahasiswa Universitas PGRI Palembang yang sebelumnya tidak pernah bergelut dengan teater.
Setelah mengikuti workshop teater, kata Imas, mereka memulai kerja pementasan perdana ini. Selama proses penggarapan Sehelai Emak, mereka mendapatkan masukan dari sejumlah pekerja seni di Palembang, baik mengenai manajemen maupun artistik
"Kami ingin membangun sebuah teater yang tidak hanya bagus dan menarik, tetapi juga membangun citra yang baik, terutama perilaku para pekerja teater di tengah masyarakat. Inilah semangat baru yang sederhana dari kami," kata Ayu Irma Prasakti, sutradara dan juga pimpinan Teater Baru.
Menurut Koordinator Program Panggung Perempuan Ruth Marini, Teater Sakata merupakan salah satu grup yang cukup berpengalaman. Terutama dalam hal penguasaan terhadap khazanah tradisi Minang, baik berupa gerak, syair, maupun karakter.
Selain Teater Baru dan Teater Sakata, Panggung Perempuan Se-Sumatera juga diikuti Teater Generasi (Medan), Teater Intro (Payakumbuh), Teater Orange (Jambi), Teater Selembayung (Riau), Teater Andung (Bengkulu), Teater Kurusetra UKMBS Unila (Lampung), dan tuan rumah Teater Satu (Lampung).
Panggung Perempuan Se-Sumatera yang berlangsung lima hari (25--29 April), merupakan kerja sama Teater Satu dengan Hivos (Belanda). Kegiatan ini rangkaian program Kala Sumatera Teater Satu untuk pemberdayaan dan pengembangan kualitas artistik seniman-seniman teater di Sumatera.
Imas menjelaskan isu perempuan dalam ajang ini bukan sekadar diangkat dalam tataran wacana, melainkan juga pada praktek. Sebelumnya telah dilangsungkan workshop penyutradaraan, artistik, dan penulisan lakon untuk sutradara dan perempuan penulis dari masing-masing kelompok peserta yang telah lolos seleksi.
Kegiatan ini juga dihadiri para pengamat seperti kurator pertunjukan Goethe Institute Noviami, pengamat dan kritikus film Lisabona, sutradara Teater Tetas Jakarta Agus Aryadipayana, dan penulis lakon dan perempuan aktivis Faiza Marzuki. n MG2/K-1
sumber : Lampung Post, Sabtu 25 April 2009
Teater Baru mengusung lakon Sehelai Emak karya Florencia Marcelina Ramadhona dan sutradara Ayu Irma Prasakti. Lakon ini bercerita soal eksistensi perempuan dalam masyarakat miskin yang berada di kampung miskin di tepian Sungai Musi, Palembang, yang dipersonifikasi melalui sosok Emak.
Sehelai Emak menggambarkan kekerasan terhadap perempuan secara struktural (kemiskinan) dalam kehidupan sehari-hari. Emak sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci, terkena penyakit TBC, suaminya seorang penarik becak yang pemalas, dan anaknya si Ujang terkena penyakit masyarakat kota, snobisme.
Sedangkan Teater Sakata menghadirkan lakon Tiga Perempuan karya Via Suswati dan sutradara Tya Setiawati. Lakon ini mengisahkan pergulatan hidup seorang wanita padendang (penembang, red) yang sering menanggung citra buruk di tengah masyarakat karena profesinya sebagai seniman jalanan. Melalui lakon ini, Teater Sakata menghadirkan benturan nilai antara apa yang tradisional dan yang modern, di samping konflik-konflik batin seputar kehidupan rumah tangga seorang padendang.
Dengan memadukan pendekatan tradisional dan modern, bentuk pertunjukan yang disajikan Teater Sakata ini bisa menarik.
Semangat Baru
Kepala Bidang Operasional Program Kala Sumatera Imas Sobariah mengatakan Teater Baru merupakan teater yang diusung anak muda di Palembang. Mereka produk murni dari proyek Panggung Perempuan yang diusung Teater Satu dan Hivos. Sebagian besar pengurus Teater Baru merupakan mahasiswa Universitas PGRI Palembang yang sebelumnya tidak pernah bergelut dengan teater.
Setelah mengikuti workshop teater, kata Imas, mereka memulai kerja pementasan perdana ini. Selama proses penggarapan Sehelai Emak, mereka mendapatkan masukan dari sejumlah pekerja seni di Palembang, baik mengenai manajemen maupun artistik
"Kami ingin membangun sebuah teater yang tidak hanya bagus dan menarik, tetapi juga membangun citra yang baik, terutama perilaku para pekerja teater di tengah masyarakat. Inilah semangat baru yang sederhana dari kami," kata Ayu Irma Prasakti, sutradara dan juga pimpinan Teater Baru.
Menurut Koordinator Program Panggung Perempuan Ruth Marini, Teater Sakata merupakan salah satu grup yang cukup berpengalaman. Terutama dalam hal penguasaan terhadap khazanah tradisi Minang, baik berupa gerak, syair, maupun karakter.
Selain Teater Baru dan Teater Sakata, Panggung Perempuan Se-Sumatera juga diikuti Teater Generasi (Medan), Teater Intro (Payakumbuh), Teater Orange (Jambi), Teater Selembayung (Riau), Teater Andung (Bengkulu), Teater Kurusetra UKMBS Unila (Lampung), dan tuan rumah Teater Satu (Lampung).
Panggung Perempuan Se-Sumatera yang berlangsung lima hari (25--29 April), merupakan kerja sama Teater Satu dengan Hivos (Belanda). Kegiatan ini rangkaian program Kala Sumatera Teater Satu untuk pemberdayaan dan pengembangan kualitas artistik seniman-seniman teater di Sumatera.
Imas menjelaskan isu perempuan dalam ajang ini bukan sekadar diangkat dalam tataran wacana, melainkan juga pada praktek. Sebelumnya telah dilangsungkan workshop penyutradaraan, artistik, dan penulisan lakon untuk sutradara dan perempuan penulis dari masing-masing kelompok peserta yang telah lolos seleksi.
Kegiatan ini juga dihadiri para pengamat seperti kurator pertunjukan Goethe Institute Noviami, pengamat dan kritikus film Lisabona, sutradara Teater Tetas Jakarta Agus Aryadipayana, dan penulis lakon dan perempuan aktivis Faiza Marzuki. n MG2/K-1
sumber : Lampung Post, Sabtu 25 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar