Rabu, 02 Desember 2009

Anak Medan: The Talents! (Asli Buatnya di Medan)

Teks oleh Frans Margo Leo & Carolyn Kandou

Foto oleh M. Amir Imanuddin, Rahadian Roebidin & Istimewa

Siapa bilang Medan bukan gudangnya anak muda yang paten-paten. Inilah segelintir ‘Anak Medan’ yang tidak banyak cincong dan layak dijadikan sebagai gacok.



Jumaida Gustini
1. Anggota teaterGenerasi

2. Pembaca puisi
3. Visualisasi puisi.

“Demi mendalami peran pelacur, aku melakukan observasi terhadap wanita malam dan memperhatikan setiap detail kepribadian seorang pelacur.”



Berawal dari parody, saya kemudian diajak main teater di Medan oleh saudara ketika berkunjung ke Lampung (di Lampung tidak ada teater). Lalu, saya akhirnya bergabung dengan teaterGenerasi’ yang digawangi oleh Suyadi San dan Hasan Al Banna. Saya pun magang selama 3 bulan (baca: tes mental), tetapi kerap dicuekin dan kerjanya hanya nyapu sanggar dan buatkan teh.

Tapi, kesempatan itu datang juga. Tahun 2007, aku main di pementasan RT 0/RW 0 sebagai Ati, seorang janda yang ditinggal sama suaminya di dermaga. Memang, biasanya, aku tuh dapatnya peran yang menantang, yaitu sebagai pelacur dan wanita malang yang ditinggal suami. Demi mendalami peran pelacur, aku melakukan observasi terhadap wanita malam dan memperhatikan setiap detail kepribadian seorang pelacur, mulai dari cara ngomong sampai gaya duduk.

Aku juga pernah jadi laki-laki. Waktu itu aku dituntut menjadi pria dewasa kira-kira berusia 30 tahun di drama Keok Ataw Pepeteng. Jadi, aku mesti bisa bersuara keras dan berat serta meniru gerak-gerik seorang laki-laki. Sampai-sampai, waktu aku disalami oleh penonton, dikiranya aku itu laki-laki, ha-ha-ha… Berarti aku berhasil membawakan peran itu.

Paling berkesannya adalah waktu aku mentas di drama Kembang Mayang di acara Panggung Perempuan Sumatera, Lampung. Itulah kesempatan e 2009mas bagi saya untuk tampil bersama grup teater dari seluruh Sumatera dan tentu disaksikan oleh pencari bakat dari luar. Saya juga belajar penyutradaraan dan penulisan naskah di lokakarya di sana. Oh ya, sedikit tips biar bisa nangis kalau mentas, fokuskan saja mata kita ke lampu sorot, lama-lama kan meleleh juga, ha-ha…

sumber : Aplaus, Edisi 102 tahun 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar