Rabu, 02 Desember 2009

Teater Generasi Pentaskan Romeo-Juliet


10:01 | Wednesday, 25 November 2009


Kisah cinta Romeo dan Juliet tentu tidak asing lagi bagi telinga khalayak dunia. Skuel dan versinya pun bertaburan pada masing-masing bangsa.
Sebut saja Roro Mendut dan Pronocitro di Tanah Jawa. Atau Srikandi dan Arjuna dalam kisah Mahabharata. Serta banyak lagi kisah lainnya. Lalu, bagaimana pula dengan kisah dua sejoli dari Verona yang ditulis William Shakespeare? Berkat cerita ini pula, Shakespeare mampu menjadikan Verona sebagai satu kota yang sangat populer di dunia saat ini. Goresan fantasi Shakespeare berabad lalu itu hingga kini begitu terasa di kota itu. Hebatnya lagi, drama tersebut mampu dihidupkan pemerintah kota Verona dengan dibangunnya Casa di Guiletta atau rumah balkon keluarga Juliet.

“Dalam drama Shakespeare, rumah balkon itu merupakan tempat pertemuan Romeo dan Juliet, sepasang kekasih yang tidak direstui kedua orangtua mereka karena kedua keluarga itu bermusuhan,” ungkap Suyadi San, Sutradara Romeo-Juliet, kepada wartawan, kemarin (23/11). Kini, lanjut Suyadi, Casa Di Guiletta dijadikan objek wisata dan mampu menjadi daya tarik para turis. Apalagi di situ dibuat juga patung Romeo dan Juliet dari tembaga yang mampu menambah kekuatan fantasi cerita percintaan tragis dua anak muda itu.

“Kisah ini pun akan dipentaskan Teater Generasi Medan di Gedung utama Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Jalan Perintis Kemerdekaan 33 Medan, Rabu (25/11) pukul 15.30 WIB dan Kamis (26/11) pukul 19.30 WIB,” tuturnya.

Sekilas tentang Teater Generasi, teater ini adalah lembaga/komunitas kebudayaan independen yang didirikan pada 17 Juni 1995 di Medan. “Teater Generasi merupakan ruang silaturahmi banyak hal yang berkaitan dengan seni, pembelajaran, dan kesadaran. Kami memasuki arena pergulatan dan pergaulan kesenian, tradisi atau modern serta medan artistik, dalam pengertian seluas yang bisa dirambah, dengan teater dan sastra sebagai basis utamanya,” jelas Suyadi.

Teater Generasi menyadari, penghapusan sekat-sekat atau dikotomi-dikotomi yang membatasi antara seni dan non-seni, antara teater atau sastra dan seni rupa, musik, tari, arsitektur, antara seni dan ritual, politik, ekonomi, dan lain sebagainya adalah mutlak, setidaknya pada tataran ide (gagasan).

Oleh karenanya, lanjut Suyadi, sanggar ini didesain sebagai arena pergulatan dan pergaulan kesenian dan standarisasi penciptaan teater dan sastra di Medan dan Sumatera. Kami menekankan, setiap proses yang dijalani harus dalam koridor peningkatan kualitas penciptaan, daya hidup, dan spiritualitas. “Sebagai sanggar atau komunitas kebudayaan profesional yang berbasis seni, pembelajaran, dan kesadaran dengan berorientasi pada kualitas penciptaan dan solidaritas kemanusiaan,” terangnya.

Menjadikan pengkajian keilmuan (diskusi-diskusi, workshop-workshop, dokumentasi atas eksplorasi teater dan sastra, dsb) yang berorientasi pada peningkatan kesadaran, kualitas penciptaan dengan teater dan sastra sebagai basis utamanya,

Menjadi media alternatif bagi pembelajaran dan peningkatan kesadaran setiap anggota dan publiknya. Mendokumentasikan dan mempublikasikan beragam hasil kajian, kreativitas, dan ekspresi seni tersebut kepada masyarakat serta menjadikan setiap aktivitas dan peristiwa kesenian sebagai sebuah perayaan bersama, ruang silaturahmi, dan membina integritas diri.(saz)

Keyword: medan, teater

Sumber : Harian Sumut Pos, Rabu 25 November 2009 Halaman 1 Metropolis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar